This is me, Here I am

This is me, Here I am
Welcome to Pothet Smart-site! Here;s Ka'eLs blog. You can find so many contents in confusing order. So, I hope you'll enjoy spinning arround to read it. Have fun!

Kamis, 25 Maret 2010

Pothet Smart: Ka'eL Akhirnya Tampil Juga

Pothet Smart: Ka'eL Akhirnya Tampil Juga

Ka'eL Akhirnya Tampil Juga

Well, Potheters!
Setelah latihan yang singkat dan penuh pembelajaran berharga, hari ini akhirnya datang juga. Beberapa saat yang lalu, Asterik Band tampil juga untuk audisi band pensi.





Huwaaaang!!!!!
Rasanya deg-deg-an menunggu giliran tampil. Dada saya bergemuruh, seakan gedung sekolah sedang diinvasi sekawanan pterodactyl raksasa. Entah bagaimana, nanti saya akan berada di panggung;dan untuk pertama kalinya memainkan gitar listrik di hadapan banyak orang.

Apa yang saya takutkan?

  1. Saya takut berbuat onar
  2. Saya takut berbuat onar
  3. Saya takut berbuat onar
Bagaimana kalau nanti ternyata permainan gitar saya meracau dari permainan saat latihan? Bagaimana kalau suara gitar saya nanti terlalu lirih dan merusak kerja keras teman-teman? Bagaimana kalau di tengah jalan saya kecelethut (alias kepleset) dalam permainan? Bagaimana kalau akord yang saya mainkan ternyata fals? Dan yang paling mengerikan, bagaimana kalau permainan gitar saya ternyata terlalu bersemangat sampai membuat senarnya putus (seperti biasa)?

Saya sepenuhnya yakin dengan kemampuan Atha. Seperti yang sudah saya jelaskan dalam posting sebelumnya, kemampuannya tidak perlu lagi dipertanyakan.

Saya percaya Duto akan bermain dengan sebaik dan semaksimal mungkin. Dia mudah menyesuaikan apabila kurang pas. Yang saya takutkan hanya apabila badai nervous menyerangnya. Kalau seluruh tubuhnya keringatan, sampai ke tangan-tangannya juga, bisa-bisa bukan cuma saya yang terancam kepleset. Tapi, saya percaya itu tidak akan terjadi. (Amien!)

Saya tahu, mungkin Ayu yang paling merasa minder. Dia hanya tidak tahu kalau sebetulnya permainannya itu bagus. Dia cuma kurang yakin, dan saya senantiasa meyakinkannya, betapa pun dia merasa segala tindakan yang dia tempuh adalah yang terburuk. Saya yakin dia sudah berusaha berlatih jauh lebih keras dari pada siapa pun. Saya percaya dia akan tampil dengan sempurna.

Well, gara-gara nomor undi 4 tidak hadir, ASTERIK Band pun maju di nomor undi 6. Dengan berbekal kenekatan baja, kami melangkah maju dengan bangga. Teman-teman bersorak mengelu-elukan nama kami. Seakan saya merasa semua hal terjadi dengan tidak benar. Seakan Piala Dunia sedang dipindahkan ke Aula SMA N 1 Purworejo, adududuh, bikin grogi saja.

Atha langsung mengambil alih komando tiap alat musik. Aku, Duto dan Ayu menempatkan diri dan memastikan bahwa volume dan segalanya terseting dengan baik. This is it, Lagu yang pertama.

Zain maju memperkenalkan kami satu per satu. Suara elu-elu lagi. Kepala saya jadi pusing tak terkendali. Saya melihat Atha yangduduk tenang sambil memegang stik drum. Saya mengerling Ayu yang menggigit bibir. Saya mengerling Duto. Belum-belum bajunyasudah basah. Okelah, saya akan memulai.

JRENG!

Saya menggenjreng gitar. Karena grogi, saya, Ayu dan Zain tidak sinkron. Adududuh, macet selama dua detik. Langsung saja saya teruskan menggenjreng. Malu benar saya, kalau ada panci, pasti akan segera saya gunakan untuk tutup muka.

Untunglah keadaan terkendali. Musik terus berjalan dan saya tidak merasakan adanya kesalahan mencolok lain. Saya memang sempat liwung dengan alur lagunya, sehingga membuat saya nyaris bermain melantur entrah sampai mana.

Sebelum lagu kedua mulai, Atha berseru kepada saya untuk menaikkan volume echo. Begitu saya naikkan, kami siap manggung kembali. Lagu Withou You, membuat saya grogi. Intro pada petikan gitar saya selalu bermasalah. Peduli amat.
Tunggu.
Tali saya melorot (maksud saya, tali gitar; saya harap Anda tidak berpikir yang macam-macam tentang hal ini). Karena penyanyi selanjutnya adalah Anyag, maka secara spontan, saya berseru minta tolong padanya untuk memendekkan tali gitar. Pundak saya pegal bukan main. Pergelangan tangan kiri saya berderit-derit, memohon untuk berhenti. Buku jemari tangan kanan saya berdenyut-denyut merasakan gesekan tanpa henti dengan senar string yang tajam. Ya ampun, sulit sekali ternyata main gitar, ya?

Oke. Dua lagu ciptaan sendiri selesailah sudah. Tinggal lagu terakhir. Hm, ini dia. Seandainya, by Samson.

Saya merasa lucu. Orang-orang tidak pernah mendengar atau melihat saya main gitar dengan distorsi sebelumnya. APa Potheters semua tahu? Jujur, saya takut kelihatan sok. Nggak bisa main gitar dengan benar, tapi nekat main, mentang-mentang sok jadi pionir di kelas. Aduh, saya takut dibilang begitu. Akhirnya, saya mainkan saja. Tidak peduli teman-teman saya yang maju ke depan untuk berlonjak-lonjak, maupun yang stay mengamati di bibir panggung. Sudahlah, setelah ini tidak akan seperti itu lagi, kan? Lagipula setelah ini semua selesai, kan?

Lagu Seandainya melantun dengan keras. Saya bisa mendengar gitar saya bermain dengan keras. Drum digebug dengan keras. Bass pun dipetik sekuat tenaga. Gitar yang lain mengiringi di belakang. Kami mendapatkan iramanya. Ya, itu dia. Meskipun aksi panggung kami sangat kaku (kami hanya diam dan bermain; bahkan nyaris tidak melihat penonton sama sekali, apalagi saya), kami bisa memainkannya dengan lancar sampai akhir.

Pertunjukan selesai. Kami bertiga (saya, Duto dan Ayu) minta maaf sebesar-besarnya atas masalah dan kesalahan yang telah kami perbuat pada Atha. Kasihan dia; jadi satu-satunya yang profesional dan harus menanggung beban tiga orang amatir. Di luar dugaan, dia tersenyum. 'Tidak apa-apa,' katanya.

Selanjutnya kami berkeliling,mohon maaf pada teman-teman, karena kami telah mengecewakan mereka. Kami tidak tahu apakan tingkah kami di panggung benar-benar kacau atau tidak, tapi yang jelas, teman-teman memberi selamat dan suport pada kami. Tidak ada yang keberatan dengan permainan kami tadi.

Ya ampun, saya benar-benar bersyukur pernah mengalami ini dalam hidup, sebagai sebuah pembelajaran yang berharga. Saya harap, ini adalah awal dari sebuah rencana Tuhan yang indah untuk saya, teman-temn, dan potheters semua.

Rabu, 24 Maret 2010

Ka'eL Belajar Pakai Gitar Listrik

Hallo, Potheters semua!
Seperti biasa, hari ini saya akan menceritakan sebuah pengalaman yang mungkin terdengar sedikit GeJe dan nggak penting. Tapi berhubung ini adalah pengalaman yang saya rasa sangat fenomenal, berikut akan saya tuturkan kepada Potheters semua. Selamat membaca!

Pada tangga 24 April nanti, sekolah kami, SMA N 1 Purworejo akan menyelenggarakan Pensi (Pentas Seni)' sebuah acara rutin tahunan yang menjadi semacam 'farewel party' buat kakak-kakak kelas dua belas yang akan segera meninggalkan sekolah kami tercinta demi meneruskan ke PT idaman masing-masing.

Pensi biasa diadakan hanya selang sehari sebelum upacara wisuda kelas dua belas dilaksanakan. Pensi adalah sebuah pagelaran seni yang sengaja didesain khusus sebagai wadah keterampilan dan kreativitas warga SMANSA, mulai dari yang kelas X sampai kelas XII. Bahkan, terkadang guru ikut serta memeriahkan juga, lho! Keren, kan!

Pensi tahun ini akan bertema retro. Salah satu agenda wajib yang akan ditampilkan pada pensi depan yaitu combo band kelas XI. Ada apa dengan Combo Band kelas XI sebetulnya, sih? Ck,ck,ck, mau tahu?

Ok. Well, Potheters, setiap angkatan kelas XI diwajibkan membuat tugas akhir pelajaran seni musik.Tugas akhir ini berupa combo band. Setiap kelas wajib membentuk satu grup band. Selain itu, setiap kelas akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Untuk tahun ini, siswa per kelas dibagi menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok wajib membuat satu buah lagu ciptaan sendiri (plus aransemen, partitur, beserta video clipnya sekalian).

Karena itulah, kelas saya juga tidak ketinggalan. Kami membentuk sebuah band. Band yang beranggotakan empat orang pemusik ini (vokalis dipilih dari tiap kelompok, jadi tidak tetap), kami beri nama ASTERIX band, seperti nama kelas kami. Band kami terdiri atas : Novinda Atha Kusuma sebagai drumer (ck,ck, dia ini personil paling tokcer yang jadi leader kami. Permainannya sudah lebih dari 'tidak diragukan' dan prestasinya seabreg, antara lain Beesing music Festival. Yang terkeren, dia dan band-nya, D Professor, pernah jadi Finalis 20 besar Jawa Tengah-Jogja Jingle Dare Indomie Tiga yang diselenggarakan di Magelang 20 Februari lalu), kemudian ada Duto Wisnu (Ketua MPK SMA N 1 Purworejo, yang kadang sok bijaksana padahal gokil abiez, gampang berkeringat dengan fisik kulit hitam tinggi besar layaknya batara Kresna; ck,ck,ck, dia ini Paskib Kabupaten Purworejo yahun 2009 lho!), Dewi Estining Rahayu (cewek manis, imut, berambut lurus bak gadis smoothing. Aku sampai iri sama rambutnya. Meskipun terlihat gemulai, tapi gampang beradaptasi dengan berbagai jenis permainan gitar), lalu ada juga saya (no coment); kami bertiga (saya, Duto dan Ayu) sangat flexible. Kami bisa berganti memainkan gitar maupun bass sesuai kesepakatan bersama.

Nah, masalah sebetulnya bermula di sini. Untuk persiapan audisi band Pensi, kelas kami memilih lagu milik kelompok saya dan kelompok Atha, sedangkan lagu bebasnya dipastikan 'Seandainya' by Samson. Untuk lagu-lagu tersebut, Duto dan AYu bersikeras menyuruh saya bermain gitar. Jujur, biasanya saya pegang bass atau keyboard. Saya trauma pegang gitar listrik, karena selama enam belas tahun saya hidup, saya selalu memutuskan satu senar gitar setiap saya mau memainkannya, Ingat, baru mau memainkannya. Itu menggambarkan betapa berbahayanya saya terhadap kelangsungan gitar-gitar di bumi ini. Tangan saya adalah sebuah guitar-destroyer  dan sejak putusnya senar yang pertama dalam sejarah saya (festival band SMP bersama band saya, Ciero), saya kapok maiun gitar listrik.

Saya bukanlah manusia yang pintas bermain gitar. Meskipun saya mengangganggap diri saya pintar memainkannya (saya berlatih sejak kelas 3 SD dan berhenti ketika menginjak masa SMP, tapi tetap sering memainkannya--dan teman-teman selalu mengatakan kalau permainan gitar saya sungguh SPEKTAKULER, entah itu pujian atau sindiran, apalagi mengingat fakta bahwa saya adalah anak dari seorang guru musik yang cukup terkemuka di kabupaten' ehem, ehem maaf saya kebanyakan membual). Menginjak SMP, saya melihat kenyataan ada begitu banyak orang yang bermain gitar jauh lebih indah dari permainan saya. Jujur, saya jadi minder dan bertewkad akan mengkhususkan diri ke keyboard saja (supayaorang tidak tahu kalau sebetulnya saya bukanlah pemain gitar yang baik--atau supaya kemampuan SPEKTAKULER saya tetap terlihat misterius, hehehehe). Sejak saat itu, saya hampir tidak pernah pegang gitar. Rasanya malas mau memainkannya. Tapi ternyata otak saya yang cukup bagus menangkap ritme, sangat tergoda untuk mencoba bermain gitar listrik ketyika melihat orang lain memainkannya.

Untuk band kelas kali ini, kenyataan bahwa kami kekurangan orang dengan pengalaman bermain gitar listrik membuat saya ditunjuk cuma-cuma untuk jadi salah satu main gitaris. Alasannya sederhana. Saya pernah ikut festival band waktu SMP, dan menang. Saat itu saya jadi gitaris dan itulah yang memacu teman0teman untuk dengan semena-mena memilih saya.

Pada latihan pertama, saya sudah mencoba mengatakan kalau kemampuan bergitar saya itu nanggung--dibilang bagus juga bagaimana, dibilang jelek juga bagaimana. bagaimana pun teman-teman saya yakin bahwa saya dapat bermain gitar dengan  menakjubkan. Sedetik sebelum tampil, saya memeperingatkan teman-teman saya. "Lihat nanti, satu senbar akan putus."

Itu bukanlah ancaman. itu kenyataan dan tidak disengaja (meskipun jelas sekali bisa ditebak kalau iotu akan segera terjadi, cepat maupun lambat). Rasanya saya tidak perlu menceritakan detail putusnya, tapi yang jelas, senar terbawah (E) telah putus dengan indah di tengah-tengah lagu.

Ternyata pengalaman itu tidak pernah membuat teman-teman saya jera. Mereka bilang kalau ritme buatan saya sangat bagus dan mengena, cukup bisa mengimbangi permainan ajaib Atha. Ok. Saya menyerah. Saya mematuhi saran teman-teman untuk tetap jadi gitaris., Ck,ck, Duto dan Ayu mendukung sekali. Dalam hati saya selalu bertanya-tanya, apa maksudnya ini.

Atha yang selalu kalem tridak mempermasalahkannya. Dia selalu terlihat sabar (atau raut mukanya memang selalu seperti itu). Dia yang juga Ketua Kelas sekaligus guitar master dengan penuh pengertian (entah bagaimana perasaanya sesungguhnya) rela meluangkan waktunya untuk mengajari kami bertiga. Dia bilang, dia yakin kami akan bisa memainkannya dengan baik. Dengan sedikit nasihat dan pengertian. Dan hasilnya...

JENG!JENG!JENG!!!!

Potheters, WOW, kami berhasil memainkan lagu dengan baik. Dengan ritme yang indah dan enak didengar.

Dan yang terindah dari semuanya....tidak ada satu senar pun yang saya putuskan. Oh, betapa bahagianya!!!!